Monday, September 5, 2011

3. Ingin Disebut Orang Pandai

*** 3. Ingin Disebut Orang Pandai ***
Matahari mulai tinggi. Selesai sholat dhuha kami pindah dari lantai 3 yang tanpa atap ke lantai 2.
Syeikh Fulan menceritakan riwayat sebuah hadits tentang jutaan manusia yang dibariskan di padang mahsyar untuk menghadap Allah Raja Hari Kiamat. Semua dalam keadaan telanjang bulat, dan matahari didekatkan, sehingga manusia tidak lebih dari barisan daging hidup yang menunduk dengan rasa ketakutan yang luar biasa.
“Ada seorang sohabat yang bertanya kepada Aisyah apakah sesama manusia nanti tidak malu sama-sama berkumpul dalam keadaan telanjang bulat?” kata Syeikh menirukan hadits. “Aisyah menjawab bahwa rasa takut dengan adzab Allah yang luar biasa tidak memungkinkan sempat memikirkan rasa malu.”
“Dari sekian banyak manusia, ternyata masih ada orang yang datang menghadap Allah dengan muka yang berseri-seri, sehingga Allah bertanya: Wahai Fulan, apa yang menyebabkan kamu datang kepada-Ku dengan wajah berseri-seri, sementara orang lain datang dengan rasa takut? Tanya Allah”
Aku mendengarkan Syeikh dengan khusyuk sambil diam-diam memeriksa MP3 player untuk memastikan dalam posisi merekam. Ini hadits yang seru. Ini bukan hadits qudsi, tetapi ada bagian percakapan Allah dengan hamba-Nya. Dan aku suka sekali.
“Ya Allah, hamba datang menghadap kepada Engkau dengan muka yang berseri-seri karena hamba adalah ahli ilmu dan mengajarkan ilmu hamba kepada banyak sekali manusia, dan itu semua hamba lakukan untuk mengharapkan pahala dari-Mu. Itulah yang membuat hamba datang menghadapmu dengan muka yang berseri-seri”
“Semua manusia mengetahui bahwa orang itu memang ahli ilmu yang mengajarkan ilmunya kesana-kemari. Bahkan malaikat mencatatnya sebagai ahli ilmu dan mati dalam keadaan sedang mengajarkan ilmunya”
“Tiba-tiba Allah berkata dengan murka: KADZDZABTA! Dusta kamu! Kamu mengajarkan ilmu kesana-kemari dan mati dalam keadaan sedang mengajarkan ilmumu kepada manusia bukan untuk mencari wajah-Ku, tapi karena kamu ingin dipuji sebagai ORANG PANDAI!” tutur Syeikh dengan suara meninggi.
“Wahai Malaikat, gusur orang yang mengaku-ngaku penyebar ilmu tetapi sebenarnya ingin disebut ORANG PANDAI ini ke neraka! Malaikat kemudian menggusur orang itu di kakinya, dengan kepala tergusur di tanah” kata Syeikh. “Na’uudzu billaahi min dzaalika” tutupnya.
Aku terkesiap dengan hadits yang baru saja dibacakan Syeikh. Alangkah akan banyaknya para ahli ilmu di yang akhirnya justru bisa masuk neraka, hanya karena didalam hatinya terbersit niat ingin disebut orang pandai, bukan karena niat ingin amal jariah mengajarkan ilmu yang bermanfaat. Aku merinding.
“Ya akhi dan kultur-budaya di negeri anda turut memperburuk keadaan ini”
“Maksud Syeikh?”
“Di negeri anda, orang sudah terbiasa secara berlebihan memuji dan menyanjung ahli ilmu secara langsung maupun tidak langsung di depannya. Tanpa pujian saja, syetan terus menerus menggoda ahli ilmu itu supaya ingin disebut orang pandai. Bayangkan pengaruh buruk kepada hati para ahli ilmu itu dengan pujian dan sanjungan yang mengatakan dia orang pandai”.
“Di negeri anda, tanpa perasaan bersalah orang memuji dan menyanjung orang pandai, padahal itu dosa. Sabda Nabi orang yang memuji sungguh telah memenggal orang yang dipuji. Pujian mematikan niat mukhlis lillaah karena Allah. Pujian merubah niat ahli ilmu dari yang awalnya ingin amal jariah untuk menjadikan ilmunya bermanfaat menjadi ingin disebut orang pandai”.
Jiwaku bergetar. Aku S1 lulusan sebuah institute teknologi di Indonesia dan S2 lulusan Amerika. Walaupun tidak memperoleh pendidikan formal dalam bisang agama, aku juga aktif di organisasi dakwah Islam. Dan sering diminta, bukan menawarkan diri, untuk memberikan tausiyah seadanya. Aku merinding. Jangan-jangan aku termasuk kedalam golongan yang sedang diceritakan Syeikh ini.
“Mulai saat ini robahlah paradigm mencari ilmu menjadi diberi ilmu. Ketika anda menyatakan mencari ilmu, percayalah, anda tidak akan pernah merasa yakin telah mendapatkannya. Bahkan justru tidak mendapatkannya seperti misalnya Nabi Musa ketika hendak belajar ilmu kepada Nabi Khaidir, Allah tidak memberi izin mendapatkannya.”
“Robahlah menjadi seperti paradigm Malaikat ketika berkata: tidak ada ilmu bagi kami kecuali yang telah Engkau berikan kepada kami . Kalimat aktif mencari ilmu perlu diganti menjadi kalimat pasif diberi ilmu.”
“Terus bagaimana untuk memperbaiki kultur-budaya memuji dan menyanjung di negeri kami?” tanyaku.
“Negara dan bangsa anda luar biasa ramah dan santun karena anda lahir dan besar di negeri dengan pepohonan hijau sepanjang tahun. Tidak mungkin dibandingkan dengan bangsa kami yang lahir dan besar di tanah gurun pasir yang panas sepanjang masa. Tetapi budaya memuji dan menyanjung di negeri anda perlu diperbaiki. Dan untuk itu diperlukan upaya dakwah yang terus menerus dan massif. Ana percaya, bangsa anda mampu memperbaikinya”.

No comments:

Post a Comment